Nama gugus depan putri yang digunakan oleh Pramuka Universitas Bengkulu 02-002. siapakah putri gading Cempaka ? dan bagaimana Sejarahnya ? hal ini perlu kita ketahui bagaimana perjalanan dari Putri Gading Cempaka.
Putri
Gading Cempaka berasal dari daerah Bengkulu Utara. Putri Gading Cempaka adalah
putri bungsu dari Raja Ratu Agung. Raja Ratu Agung sendiri berasal dari
Kerajaan Majapahit. Berdasarkan cerita, Putri Gading Cempaka merupakan leluhur
dari raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Sungai Lemau, Bengkulu Utara.
Alkisah
pada zaman dahulu, di daerah Bengkulu Tinggi, pernah berdiri sebuah kerajaan
bernama Kerajaan Sungai Serut. Ratu Agung, seorang pangeran dari Kerajaan
Majapahit, merupakan pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Sungai Serut.
Konon, ia merupakan penjelmaan dewa dari Gunung Bungkuk yang bertugas mengatur
kehidupan di bumi.
Ratu
Agung memerintah Kerajaan Sungai Serut dengan arif bijaksana. Ia sangat disegani
oleh rakyatnya, meskipun rakyat yang dipimpinnya adalah bangsa Rejang Sawah
yang memiliki perawakan tinggi besar.Ratu Agung mempunyai enam orang putra dan
seorang putri. Keenam putra Ratu Agung adalah Kelamba Api atau Raden Cili,
Manuk Mincur, Lemang Batu, Tajuk Rompong, Rindang Papan, Anak Dalam, dan yang
paling bungsu adalah seorang putri bernama Putri Gading Cempaka.
Menurut
cerita, kerajaan Sungai Serut menjadi terkenal hingga ke berbagai negeri bukan
saja karena kepemimpinan Ratu Agung, tetapi juga oleh kecantikan Putri Gading
Cempaka. Meski usia Putri Gading Cempaka baru beranjak remaja, namun kecantikan
wajahnya sudah terlihat nampak mempesona bagai bidadari. Sudah banyak pangeran
datang untuk meminangnya, namun Ratu Agung menolak semuanya karena sang Putri
masih belum cukup umur.
Raja
Ratu Agung Wafat
Seiring
berjalannya waktu, Putri Gading Cempaka tumbuh menjadi gadis dewasa. Demikian
pula Ratu Agung yang kian menua usianya. Suatu hari, Ratu Agung mengalami sakit
keras. Ia mendapat firasat bahwa usianya sudah tidak akan lama lagi. Maka, sang
Raja pun mengumpulkan ketujuh putra-putrinya untuk menyampaikan wasiat kepada
mereka.
“Wahai,
anak-anakku. Sepertinya Ayahanda takkan lama lagi hidup di dunia. Oleh
karenanya, Ayahanda menitipkan dua wasiat kepada kalian,” kata Ratu Agung
kepada putra-putrinya.Mendengar perkataan ayahandanya, wajah putra-putrinya
menjadi sedih, terutama Putri Gading Cempaka. Ia tak bisa menahan perasaan
sedihnya mendengar ucapan sang Ayah. Perlahan-lahan air matanya pun menetes
membasahi pipinya.
“Ayah
jangan berkata begitu. Kami tidak ingin kehilangan Ayah.” Putri Gading Cempaka
menangis terisak-isak seraya merangkul ayahandanya.
“Putriku tersayang,
ajal kita semua ada di tangan Tuhan Yang Maha Kuasa. Kita tidak akan mampu menahan
jika ajal telah tiba.” ujar Raja Ratu Agung berusaha menenangkan hati putrinya.
Ayahanda
mereka kemudian menyampaikan wasiatnya, “Demi menjunjung tinggi rasa keadilan,
kedamaian, dan ketenteraman di negeri ini, Ayah menyerahkan tahta Kerajaan
Sungai Serut kepada putraku Anak Dalam. Ayah berharap kalian semua tetap
bersatu baik dalam suka maupun duka. Dan seandainya suatu saat nanti Kerajaan
Sungai Serut ditimpa musibah besar, Ayah minta kalian menyingkirlah ke Gunung
Bungkuk. Kelak di Gunung Bungkuk akan datang seorang raja yang berjodoh dengan
anak gadisku tercinta, Putri Gading Cempaka.
“Penyerahan
tahta Kerajaan Sungai Serut kepada Anak Dalam dapat diterima oleh
putra-putrinya dengan baik. Kelima saudara tuanya sama sekali tidak memiliki
rasa iri hati. Bahkan, mereka sangat mendukung dipilihnya Anak Dalam sebagai
pewaris tahta.Beberapa hari kemudian, Raja Ratu Agung menghembuskan nafas
terakhirnya. Seluruh negeri pun berduka-cita. Hati Putri Gading Cempaka hancur
berkeping-keping tidak rela melepas kepergian ayahandanya. Namun, sang Putri
hanya bisa pasrah dan berdoa agar ayahandanya mendapat ketenangan di alam
kubur.
Pangeran
Anak Dalam Menjadi Raja Kerajaan Sungai Serut
Anak
Dalam kemudian dinobatkan menjadi raja menggantikan ayahnya. Seperti ayahnya,
Raja Anak Dalam adalah seorang pemimpin adil bijaksana. Ia beserta keenam
saudaranya senantiasa hidup rukun damai. Dalam waktu singkat, kemasyhurannya
pun tersebar ke berbagai negeri. Selain itu, kecantikan Putri Gading Campaka
semakin membuat Kerajaan Sungai Serut kian dikenal. Sudah banyak bangsawan
maupun pangeran datang meminangnya, namun belum satu pun pinangan yang
diterima.
Suatu
hari, datanglah seorang putra mahkota dari Kerajaan Aceh bernama Pangeran Raja
Muda Aceh hendak meminang Putri Gading Cempaka. Sang Pangeran datang bersama
pasukannya menggunakan kapal layar. Setiba di pelabuhan Bangkahulu, sang
Pangeran mengutus beberapa penasehatnya ke istana Kerajaan Sungai Serut untuk
menyampaikan pinangannya kepada Raja Anak Dalam.
“Mohon
ampun, Baginda Raja Anak Dalam. Kami adalah utusan Pangeran Raja Muda Aceh dari
Kerajaan Aceh. Saat ini beliau tengah menunggu di atas kapal yang sedang
bersandar di dermaga,” kata salah seorang utusan seraya memberi hormat.“Apa
yang bisa saya bantu untuk Pangeran kalian?” tanya Raja Anak Dalam.“Sebenarnya
maksud kedatangan kami ke mari adalah untuk menyampaikan pinangan Pangeran Raja
Muda Aceh kepada Putri Gading Cempaka.” jawab sang utusan.
Raja
Anak dalam tidak mau mengambil keputusan sendiri. Ia mengajak saudara-saudaranya
untuk membicarakan masalah tersebut. Sementara itu, para utusan diminta untuk
menunggu sejenak. Tak berapa lama kemudian, mereka pun kembali menemui para
utusan Pangeran Raja Muda untuk menyampaikan hasil mufakat yang telah mereka
putuskan.
“Maafkan
kami, wahai utusan Pangeran Raja Muda Aceh. Kami memutuskan untuk tidak
menerima pinangan Pangeran Raja Muda Aceh.” kata Raja Anak Dalam.Jawaban Raja
Anak Dalam membuat para para utusan Pangeran Aceh terkejut. Dengan perasaan
kecewa, mereka segera kembali ke dermaga untuk melapor kepada Raja Muda Aceh.
Betapa murkanya Pangeran dari Tanah Rencong itu saat mendengar laporan
tersebut.“Sungguh keterlaluan! Mereka berani menolak pinanganku?!” kata Raja
Muda Aceh geram.
Perang
Antara Kerajaan Aceh Dengan Kerajaan Sungai Serut
Merasa
dikecewakan, Pangeran Muda Aceh menjadi marah. Ia lantas menantang Raja Anak
Dalam untuk berperang. Perang besar antara Kerajaan Aceh dengan Kerajaan Sungai
Serut akhirnya tak terhindarkan. Perang akhirnya berlangsung hingga berhari-hari
dengan memakan banyak korban jiwa dari kedua belah pihak. Perang terus
berkecamuk. Mayat-mayat yang sudah berhari-hari bergelimpangan tanpa terurus
mulai membusuk. Menurut cerita rakyat, perang ini menjadi asal
usul nama Bengkulu.
Raja
Anak Dalam beserta seluruh pasukannya merasa sudah tidak tahan lagi dengan
peperangan tersebut. Mereka juga sudah tak sanggup menahan bau busuk mayat para
prajurit yang telah gugur. Saat itulah, sang Raja teringat pada wasiat
ayahandanya.“Wahai saudara-saudaraku! Sesuai dengan pesan ayahanda bahwa jika
Kerajaan Sungai Serut sudah tidak aman, kita disarankan untuk menyingkir ke
Gunung Bungkuk,” kata Raja Anak Dalam.
Akhirnya,
Raja Anak Dalam beserta keenam saudaranya segera menarik diri menuju Gunung
Bungkuk. Sementara itu, Pangeran Raja Muda Aceh bersama pasukannya yang masih
hidup kembali ke Tanah Rencong tanpa membawa hasil.
Sepeninggal
Raja Anak Dalam Ke Gunung Bungkuk, Kerajaan Sungai Serut menjadi kacau.
Mendengar kabar kekosongan kekuasaan di Kerajaan Sungai Serut, datanglah empat
bangsawan Lebong Balik Bukit untuk menjadi raja di sana. Namun, setelah
berhasil menguasai negeri tersebut, mereka malah saling bertikai karena memperebutkan
wilayah kekuasaan. Menurut cerita, pertikaian keempat bangsawan tersebut
didamaikan oleh Maharaja Sakti, seorang pengelana dari Kerajaan Pagaruyung. Ia
adalah seorang utusan Kerajaan Pagaruyung, kerajaan di Minangkabau yang
diperintah oleh Seri Maharaja Diraja.
Akhirnya,
keempat bangsawan tersebut segera menghadap Sultan Pagaruyung untuk memohon
agar Maharaja Sakti yang adil dan bijaksana itu diangkat menjadi raja di
Kerajaan Sungai Serut. Permohonan mereka dikambulkan. Upacara penobatan
Maharaja Sakti pun dilaksanakan di balairung Kerajaan Pagaruyung. Sejak saat
itu Kerajaan Sungai Serut berganti nama menjadi Kerajaan Bangkahulu.
Maharaja
Sakti Menjadi Raja Kerajaan Bangkahulu
Setelah
dinobatkan menjadi Raja Bangkahulu, Baginda Maharaja Sakti berangkat menuju ke
Bangkahulu, diiringi oleh ratusan pengawal. Keempat bangsawan yang tadinya
bertikai juga ikut mengiringi sang Raja. Setiba di sana, upacara penobatan
sebagai raja di Kerajaan Bangkahulu pun telah disiapkan. Namun, ketika upacara
akan dimulai, tiba-tiba langit berubah menjadi gelap, lalu turunlah hujan
sangat deras diiringi angin kencang. Atas kesepakatan bersama, upacara
penobatan akhirnya ditunda hingga cuaca kembali cerah. Namun, hingga malam
hari, hujan dan badai tak kunjung berhenti.
Malam
harinya, Baginda Maharaja Sakti bermimpi melihat seorang bidadari sedang
menari-nari di tengah hujan badai. Ajaibnya, tak sedikit pun tubuh sang
bidadari basah terkena air hujan. Sang Bidadari kemudian pergi menuju ke Gunung
Bungkuk. Keesokan harinya, Baginda Maharaja Sakti menceritakan perihal mimpinya
kepada keempat bangsawan. Para bangsawan kemudian meminta seorang peramal untuk
menafsirkan mimpi tersebut.
“Ampun,
Baginda. Ternyata, bidadari cantik yang ada di dalam mimpi Baginda adalah Putri
Gading Cempaka, putri penguasa wilayah ini di masa lalu. Kini, ia tinggal di
Gunung Bungkuk bersama keenam saudaranya. Jika Baginda bisa membawa Sang Putri
kembali kemari, maka Baginda akan membawa kerajaan ini kembali menjadi sebuah
kerajaan yang kuat. Menurut ramalan hamba, Putri Gading Cempaka kelak akan
menurunkan raja-raja di negeri ini,” ungkap si peramal.
Mendengar
penjelasan si peramal, sang Baginda pun berhasrat meminang Putri Gading
Cempaka. Ia lalu mengutus keempat bangsawan beserta beberapa pengawalnya untuk
menjemput Putri Gading Cempaka di Gunung Bungkuk. Setiba di sana, mereka
menghadap Raja Anak Dalam.
Maharaja
Sakti Menikahi Putri Gading Cempaka
“Ampun,
Baginda! Kami adalah utusan dari Tuanku Baginda Maharaja Sakti. Beliau adalah
penguasa Kerajaan Bangkahulu yang dahulunya merupakan Kerajaan Sungai Serut.
Atas titah beliau, hamba diminta untuk menjemput Tuanku Putri Gading Cempaka
beserta tuan-tuan sekalian. Baginda Maharaja Sakti bermaksud mengangkat Tuanku
Putri Gading Cempaka menjadi permaisuri di Negeri Bangkahulu,” ungkap para
utusan.
Raja
Anak Dalam bersama saudara-saudaranya pun menerima pinangan Maharaja Sakti
sesuai dengan wasiat ayah mereka. Akhirnya, pesta pernikahan Putri Gading
Cempaka dengan Maharaja Sakti pun dilangsungkan di Bangkahulu. Pesta
berlangsung meriah karena bersamaan dengan upacara penobatan Maharaja Sakti
menjadi raja di Negeri Bangkahulu.
Setelah
menikah, dibangunlah istana baru yang megah sebagai pusat pemerintahan. Oleh
karena letak istana itu berada di Kuala Sungai Lemau, maka kerajaan itu pun
berganti nama menjadi Kerajaan Sungai Lemau. Baginda Maharaja Sakti memimpin
kerajaan Sungai Lemau dengan arif bijaksana. Ia beserta permaisurinya, Putri
Gading Cempaka, hidup bahagia.
Referensi:
Prahana, Naim Emel. 1988. Cerita Rakyat Dari Bengkulu 2,
Jakarta: Grasindo
Agni, Danu. 2013. Cerita Anak Seribu Pulau.Yogyakarta:
Buku Pintar.
Sejarah Putri Gading Cempaka
4/
5
Oleh
Pramuka UNIB